Play Therapy Indonesia

BERMAIN MENGOPTIMALKAN PERKEMBANGAN ANAK

Seorang Ibu tanpa dia sadari sudah bermain drama dengan anak yang masih dalam kandungannya.  Dalam perkembangan seorang anak, bermain mempunyai peran yang sangat penting.  Awalnya anak bermain sensori.  Anak mulai belajar mengenal dunia sekitarnya dengan sistem sensorik yaitu sistem penglihatan, pendengaran, pembau, pengecap, peraba, keseimbangan dan gerakan.  Bila anak tidak mengalami stimulasi yang cukup dengan bermain sensori dapat menimbulkan gangguan sensori.  Bermain secara alami membantu anak merasakan hal yang baik dan merangsang otaknya secara maksimal.

Dengan bertambahnya usia, anak mulai bermain dengan kemampuan motorik yang semakin berkembang.  Anak mulai mengontrol hal-hal yang ada di dunia sekitarnya.  Mereka mengerti bahwa diri mereka terpisah dengan dunia di sekitarnya dan membangun egonya sendiri.  Anak mulai mengekspresikan keinginannya.  Anak mulai percaya diri mengambil keputusan, kreatif dan mengembangkan imajinasinya.

Tahapan bermain berikutnya adalah pretend play.  Anak mulai eksplorasi bahasa, ide, hubungan sebab-akibat, emosi, interaksi sosial dan imajinasi.  Contohnya anak berpura-pura menjadi dokter, koki atau montir.  Pretend play merangsang perkembangan komunikasi, bahasa, logika berpikir, serta memahami aturan sosial.  Anak-anak prasekolah yang mengalami banyak pretend play menunjukkan performa yang lebih baik dalam hal kepatuhan serta regulasi perilaku dan emosi di kelas (Berk, Mann, & Organ, dalam Berk 2013).  Tahapan pretend play dapat dimulai dari usia 2 sampai 7 tahun.

Namun kondisi saat ini, kesempatan anak untuk bermain semakin berkurang.  Bermain menurut pandangan beberapa orang adalah hal yang tidak produktif dan bukan hal yang penting.  Lahan bermain sempit, lingkungan yang tidak aman, orangtua yang sibuk bekerja, kurikulum sekolah yang padat, pelajaran tambahan, dan les yang harus diikuti oleh anak membuat kesempatan anak untuk bermain semakin berkurang.  Bermain menjadi kegiatan hiburan yang pasif dengan adanya internet dan gadget.  Interaksi yang nyata dalam bermain semakin berkurang.  Interaksi anak lebih di dunia maya.  Hal inilah yang menjadi faktor penyebab anak tidak berkembang optimal secara emosi, fisik, sosial, dan intelektual.  

Bermain dengan interaksi yang nyata menjadi kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.  Pasal 31 dari konvensi PBB tentang Hak Anak secara jelas menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk

“bersantai dan bermain, dan untuk bergabung dalam berbagai kegiatan budaya, seni dan rekreasi lainnya” (Unicef 2014).  

Menurut neuroscience, melalui bermain  terbentuk jalur saraf baru dan melepaskan kimia tertentu dari otak serta mengubah keseimbangan kimia dan struktur anatomi dalam otak anak.  Orangtua yang bermain dengan anak dapat membantu anak lebih sehat secara emosi dan mental.  Anak merasakan penerimaan, dihargai dan dikasihi lewat nurturing interaction saat bermain dengan orangtua.

Sebagai profesional yang bekerja dengan anak, metode terapi bermain adalah salah satu intervensi yang efektif untuk membantu anak secara integratif dan holistik.  Dengan terapi bermain anak diberikan kebebasan untuk berekspresi, bereksperimen, bereksplorasi lewat media art, pasir, tanah liat, musik, cerita terapeutik, visualisasi kreatif, gerakan, kostum, dan boneka tangan.  Riset membuktikan bahwa Terapi Bermain sebagai metode terapi yang efektif dalam membantu anak-anak dengan masalah emosi, perilaku, sosial dan kesehatan mental.